Di Balik Lembar Ujian: Siapa Sebenarnya yang Merangkai Soal-Soal Penentu Nasib Siswa?
Setiap siswa pasti pernah merasakan degup jantung berpacu saat lembar ujian dibagikan. Soal-soal di dalamnya seringkali menjadi penentu nasib, mengukur pemahaman, dan menjadi tolok ukur keberhasilan belajar. Namun, pernahkah kita berhenti sejenak untuk bertanya: Siapa sebenarnya yang merangkai butir-butir pertanyaan ini? Apakah itu guru kelas, dinas pendidikan, atau ada pihak lain yang tidak kita ketahui? Jawabannya tidak sesederhana yang dibayangkan. Proses penyusunan soal ujian sekolah adalah sebuah orkestrasi kompleks yang melibatkan berbagai pihak, mulai dari individu di garis depan pendidikan hingga lembaga-lembaga di tingkat nasional, dengan tujuan akhir memastikan asesmen yang adil dan relevan.
Guru: Arsitek Utama Soal Harian dan Ujian Internal
Di tingkat yang paling mendasar dan paling sering kita temui, pembuat soal ujian adalah guru mata pelajaran itu sendiri. Guru adalah pihak yang paling memahami karakteristik peserta didiknya, gaya belajar mereka, serta materi yang telah diajarkan secara mendalam. Mereka adalah ujung tombak kurikulum yang berinteraksi langsung dengan siswa setiap hari.
Proses penyusunan soal oleh guru dimulai jauh sebelum lembar ujian dibagikan. Guru merancang Pembelajaran dan Asesmen (dahulu Rencana Pelaksanaan Pembelajaran/RPP) yang mengacu pada silabus dan capaian pembelajaran (CP) dalam Kurikulum Merdeka atau Kompetensi Dasar (KD) dalam kurikulum sebelumnya. Dari situlah, mereka mengembangkan indikator pencapaian kompetensi yang kemudian akan diterjemahkan menjadi butir-butir soal.
Untuk ujian harian (ulangan harian/asesmen formatif), guru memiliki otonomi penuh untuk menyusun soal sesuai dengan materi yang baru saja diajarkan. Soal-soal ini berfungsi sebagai alat diagnostik untuk mengetahui sejauh mana siswa memahami materi dan sebagai umpan balik bagi guru untuk menyesuaikan metode pengajaran.
Sementara itu, untuk ujian yang cakupannya lebih besar seperti Penilaian Tengah Semester (PTS) atau Asesmen Sumatif Tengah Semester (ASTS), Penilaian Akhir Semester (PAS) atau Asesmen Sumatif Akhir Semester (ASAS), dan Penilaian Akhir Tahun (PAT) atau Asesmen Sumatif Akhir Tahun (ASAT), guru juga memegang peran sentral. Mereka menyusun kisi-kisi soal yang menjadi pedoman dalam pembuatan soal. Kisi-kisi ini mencakup kompetensi yang diuji, materi pelajaran, indikator soal, bentuk soal (pilihan ganda, esai, dll.), dan tingkat kesukaran soal. Soal-soal ini kemudian akan direview oleh sesama guru mata pelajaran atau tim kurikulum di sekolah untuk memastikan validitas, reliabilitas, dan kesesuaian dengan tujuan pembelajaran.
Keuntungan utama guru sebagai pembuat soal adalah kemampuan mereka untuk menyesuaikan soal dengan konteks kelas, gaya mengajar, dan bahkan minat siswa. Mereka dapat menciptakan soal yang lebih relevan dan autentik, yang mencerminkan proses pembelajaran yang telah berlangsung. Namun, ini juga menjadi tantangan, karena kualitas soal sangat bergantung pada kompetensi individual guru dalam menyusun butir soal yang baik, bebas dari ambiguitas, dan mengukur apa yang seharusnya diukur.
Kolaborasi Guru dan Peran Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP)
Meskipun guru memiliki peran utama, penyusunan soal ujian sekolah, terutama untuk ujian bersama atau ujian akhir, seringkali melibatkan proses kolaborasi. Di sinilah peran Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) menjadi sangat krusial. MGMP adalah forum bagi guru-guru mata pelajaran yang sama dari berbagai sekolah dalam satu wilayah atau jenjang untuk berdiskusi, berbagi pengalaman, dan meningkatkan kompetensi profesional.
Dalam konteks penyusunan soal, MGMP seringkali bertugas menyusun bank soal atau paket soal bersama untuk ujian tingkat kabupaten/kota atau bahkan provinsi. Tujuannya adalah untuk:
- Standarisasi: Memastikan bahwa materi dan tingkat kesulitan soal relatif seragam di berbagai sekolah, sehingga hasil ujian dapat dibandingkan secara lebih adil.
- Peningkatan Kualitas: Dengan melibatkan beberapa guru, soal dapat melalui proses review dan perbaikan yang lebih komprehensif, meminimalkan kesalahan, dan meningkatkan validitas serta reliabilitas.
- Efisiensi: Mengurangi beban kerja individual guru karena tidak perlu membuat soal dari nol setiap saat.
- Berbagi Praktik Terbaik: Guru dapat belajar dari satu sama lain tentang teknik penulisan soal yang efektif.
Soal yang dihasilkan oleh MGMP biasanya akan melewati beberapa tahap validasi, termasuk validasi materi (kesesuaian dengan kurikulum), validasi konstruksi (bentuk soal yang benar), dan validasi bahasa (penggunaan bahasa yang jelas dan tidak ambigu). Setelah soal jadi, sekolah-sekolah dapat menggunakannya sebagai acuan atau bahkan langsung mengadopsinya untuk ujian sekolah mereka.
Peran Pemerintah dan Dinas Pendidikan: Dari Ujian Nasional ke Asesmen Nasional
Pemerintah, melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) dan dinas pendidikan di tingkat provinsi/kabupaten/kota, juga memiliki peran signifikan dalam kerangka penyusunan soal ujian, terutama untuk asesmen berskala besar.
Ujian Nasional (UN) adalah contoh paling nyata dari intervensi pemerintah dalam penyusunan soal ujian di masa lalu. Soal UN sepenuhnya disusun oleh tim ahli yang ditunjuk oleh pemerintah pusat (dahulu Pusat Penilaian Pendidikan/Puspendik, sekarang Pusat Asesmen Pendidikan/Pusmendik di bawah Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan/BSKAP). UN dirancang untuk mengukur pencapaian standar kompetensi lulusan secara nasional dan berfungsi sebagai salah satu syarat kelulusan. Proses penyusunan soal UN sangat ketat, melibatkan tahapan panjang mulai dari penulisan butir soal oleh para pakar, review, uji coba (try-out) di berbagai sekolah, analisis butir soal (untuk mengetahui tingkat kesulitan dan daya beda soal), perakitan soal, hingga penggandaan dan distribusi yang terstandar.
Namun, sejak tahun 2020, UN telah dihapuskan dan digantikan dengan Asesmen Nasional (AN) yang dilaksanakan mulai tahun 2021. Pergeseran ini mengubah fokus asesmen dari mengukur individu siswa menjadi mengevaluasi sistem pendidikan di tingkat sekolah dan daerah. Soal-soal untuk Asesmen Nasional, yang terdiri dari Asesmen Kompetensi Minimum (AKM), Survei Karakter, dan Survei Lingkungan Belajar, juga disusun oleh tim ahli di tingkat pusat (Pusmendik Kemendikbudristek). Penting untuk dicatat bahwa hasil AN tidak menentukan kelulusan individu siswa, melainkan memberikan gambaran komprehensif tentang kualitas pembelajaran dan lingkungan belajar di suatu sekolah. Ini berarti, secara langsung, pemerintah pusat tidak lagi menyusun soal yang digunakan untuk menentukan kelulusan siswa secara individual di sekolah.
Meskipun demikian, dinas pendidikan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota tetap memiliki peran dalam memberikan panduan, memfasilitasi pelaksanaan ujian sekolah, dan terkadang juga menyusun contoh soal atau kisi-kisi yang dapat diadaptasi oleh sekolah, terutama untuk ujian-ujian berstandar lokal atau regional. Mereka juga bertugas melakukan pengawasan dan evaluasi terhadap pelaksanaan ujian di sekolah-sekolah di wilayahnya.
Proses Ideal Penyusunan Soal: Sebuah Seni dan Sains
Terlepas dari siapa yang menyusun soal, proses penyusunan soal yang ideal adalah kombinasi antara seni dan sains, yang melibatkan langkah-langkah sistematis untuk memastikan kualitas:
- Analisis Kurikulum dan Tujuan Pembelajaran: Pembuat soal harus benar-benar memahami apa yang ingin diukur. Ini berarti mengidentifikasi capaian pembelajaran/kompetensi dasar, indikator, dan materi yang relevan.
- Penyusunan Kisi-kisi Soal (Test Blueprint): Ini adalah kerangka kerja yang merinci spesifikasi soal, termasuk cakupan materi, tingkat kognitif (mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, mencipta – sesuai Taksonomi Bloom yang direvisi), bentuk soal, jumlah soal, dan alokasi waktu. Kisi-kisi berfungsi sebagai "peta" bagi penulis soal.
- Penulisan Butir Soal: Ini adalah tahap inti di mana pertanyaan-pertanyaan dibuat. Penulis soal harus mematuhi kaidah penulisan soal yang baik, seperti:
- Soal harus jelas dan tidak ambigu.
- Setiap soal hanya memiliki satu jawaban benar (untuk pilihan ganda).
- Pengecoh (distraktor) harus berfungsi dengan baik dan masuk akal.
- Bahasa yang digunakan harus sesuai dengan tingkat perkembangan siswa.
- Tidak mengandung unsur SARA, pornografi, atau bias.
- Telaah/Review Soal (Validasi): Soal yang sudah ditulis kemudian ditelaah oleh sesama guru, ahli materi, atau ahli pengukuran pendidikan. Mereka memeriksa kesesuaian soal dengan kisi-kisi, kebenaran konsep, kejelasan bahasa, dan potensi masalah lain.
- Uji Coba (Try-Out) Soal (Opsional, untuk skala besar): Untuk soal-soal penting atau berskala besar, uji coba dilakukan pada sampel siswa. Tujuannya adalah untuk menganalisis karakteristik butir soal, seperti tingkat kesulitan (proporsi siswa yang menjawab benar) dan daya beda (kemampuan soal membedakan siswa pandai dan kurang pandai).
- Analisis Butir Soal: Berdasarkan data uji coba, butir-butir soal dianalisis secara statistik. Soal yang terlalu mudah, terlalu sulit, atau memiliki daya beda yang rendah dapat direvisi atau dibuang.
- Perakitan Soal: Butir-butir soal yang telah divalidasi dan dianalisis kemudian dirakit menjadi satu paket ujian yang utuh, dengan memperhatikan sebaran tingkat kesulitan dan jenis soal.
- Penggandaan dan Distribusi: Tahap terakhir adalah pencetakan dan distribusi soal dengan menjaga kerahasiaan dan integritas ujian.
Tantangan dalam Penyusunan Soal
Meskipun prosesnya terlihat sistematis, penyusunan soal tidak lepas dari berbagai tantangan:
- Keterbatasan Waktu dan Beban Kerja Guru: Guru memiliki banyak tugas selain mengajar, sehingga waktu untuk menyusun soal berkualitas seringkali terbatas.
- Kompetensi Penulis Soal: Tidak semua guru memiliki pelatihan memadai dalam teknik penulisan soal yang baik, yang dapat memengaruhi validitas dan reliabilitas ujian.
- Menjaga Kerahasiaan: Kebocoran soal adalah ancaman serius yang dapat merusak integritas ujian.
- Objektivitas dan Bias: Penulis soal harus berhati-hati agar tidak memasukkan bias pribadi atau cultural dalam soal.
- Keselarasan dengan Pembelajaran: Soal harus benar-benar mencerminkan apa yang telah diajarkan dan relevan dengan tujuan pembelajaran.
- Tekanan Hasil: Tekanan untuk mencapai target nilai tertentu dapat memengaruhi bagaimana soal disusun atau dinilai.
Mengapa Kualitas Soal Begitu Penting?
Kualitas soal ujian memiliki dampak yang sangat besar pada seluruh ekosistem pendidikan. Soal yang berkualitas tinggi:
- Memberikan Asesmen yang Akurat: Soal yang baik dapat mengukur pemahaman siswa secara valid dan reliabel, memberikan gambaran yang jujur tentang apa yang telah mereka pelajari.
- Mendorong Pembelajaran yang Efektif: Soal yang menantang dan relevan dapat memotivasi siswa untuk belajar lebih dalam dan berpikir kritis.
- Memberikan Umpan Balik yang Bermakna: Hasil ujian dari soal berkualitas dapat memberikan informasi berharga bagi guru untuk mengevaluasi efektivitas pengajaran mereka dan bagi siswa untuk mengidentifikasi area yang perlu ditingkatkan.
- Meningkatkan Kredibilitas Sistem Pendidikan: Ujian yang adil dan berkualitas membangun kepercayaan publik terhadap sistem pendidikan.
- Mengarahkan Kebijakan Pendidikan: Data dari asesmen yang valid dan reliabel dapat digunakan oleh pemerintah untuk merumuskan kebijakan pendidikan yang lebih tepat.
Kesimpulan
Jadi, siapa yang membuat soal ujian sekolah? Jawabannya adalah sebuah jaringan kolaboratif. Guru adalah arsitek utama untuk sebagian besar ujian internal dan harian, didukung oleh MGMP dan tim kurikulum sekolah untuk standardisasi dan peningkatan kualitas. Sementara itu, pemerintah pusat melalui Kemendikbudristek bertanggung jawab atas asesmen berskala nasional seperti Asesmen Nasional, yang berfokus pada evaluasi sistem. Dinas pendidikan di tingkat lokal juga berperan dalam memberikan panduan dan pengawasan.
Proses di balik lembar ujian adalah sebuah upaya kolektif yang kompleks, melibatkan keahlian pedagogis, pemahaman materi, dan komitmen terhadap prinsip-prinsip pengukuran pendidikan. Memahami siapa yang membuat soal dan bagaimana prosesnya berlangsung penting bagi siswa, guru, orang tua, dan pembuat kebijakan, karena kualitas soal ujian pada akhirnya menentukan seberapa baik kita dapat mengukur dan meningkatkan kualitas pendidikan di negeri ini. Soal-soal tersebut bukan sekadar deretan pertanyaan, melainkan cerminan dari sebuah proses panjang yang bertujuan untuk membentuk generasi penerus bangsa yang kompeten dan berkarakter.